Berbicara soal perempuan
dan kepemimpinan, sangatlah menarik dan penuh tantangan saat ini.
Banyak orang kini mempersoalkan hal ini. Ada yang berkata bahwa sebagai
seorang perempuan kita tidak dianjurkan untuk memimpin. Karena perempuan dipandang lebih baik berperan sebagai seorang
pendidik yang baik. Orang-orang selalu saja hanya melihat hal-hal yang
negative atau yang sisi lemahnya saja kala perempuan memimpin. Padahala,
ketika laki-laki memimpin kelemahan dan yang negative itu juga tidak
kurang jumlahnya. Sering orang berkata seperti ini “Kita semua sudah
menyaksikan dan merasakan sendiri. Pada tahun 2002 lalu, pemimpin negara
kita seorang perempuan. Bagaimana keadaan kita dan keadaan negara kita
saat itu? Tidak begitu tentram kan? Karena dimana-mana sering terjadi
konflik dan kerap kali pertumpahan darah terjadi di daerah kita. Inilah
beberapa alasan dan pendapat yang sering kita temukan. Namun, apakah
ketika tampuk pimpinan negara ini di tangan lelaki, tidak terjadi
hal-hal seperti disebut di atas?
Tentu
saja masalahnya bukan pada persoalan laki-laki atau perempuan. Tetapi,
lebih ditentukan oleh mutu atau kualitas diri, baik laki-laki maupun
perempuan. Jadi bukan tidak boleh kalau perempuan menjadi seorang
pemimpin. Boleh saja, sekali lagi asalkan kita sanggup dan kita punya
keyakinan yang teguh untuk jadi seorang pemimpin. Karena seorang
pemimpin itu mempunyai tanggung jawab yang berat.
Memang
kita semua pasti ada niat untuk jadi seorang pemimpin, demikian juga
saya dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya juga ingin menjadi
seorang pemimpin. Saya sudah mencobanya, yaitu menjadi pemimpin dalam
keluarga saya. Karena sebagai anak tertua saya harus bisa memimpin dan
mendidik adik-adik saya. Akan tetapi itu semuanya tidak bertahan lama,
karena mereka sudah dewasa dan saya tak sanggup lagi untuk memimpin
keluarga saya. Sekarang semuanya diambil alih oleh adik kedua saya. Dan artinya, saya sebenarnya bisa memimpin. Maka hal yang penting sebagai seorang perempuan adalah memiliki kemauan untuk memimpin.
Bukti
lain bahwa seorang perempuan bisa menjadi pemimpin adalah kalau kita
mau melihat sosok diri Megawati. Selayaknya kalau saya merasa salut pada
ibu Megawati Soekarno Putri. Beliau sanggup untuk memimpin sebuah
negara, meskipun pada saat beliau memimpin keadaan negara tidak begitu
aman. Namun, kondisi tidak aman
tersebut, bukanlah hanya terjadi di tangan bu Megawati. Kondisi tidak
aman tersebut adalah warisan dari para pemimpin sebelumnya. Namun
sayang, tidak amannya negara selama Megawati menjadi presiden selalu
saja dijadikan sebagai bentuk kelemahan atau ketidakmampuan Megawati
dalam memimpin negara ini. Tidak adil bukan?
Terlepas
setuju atau tidak bahwa beliau sudah membuktikan seorang perempuan juga
bisa menjadi pemimpin negara. Walaupun hanya beberapa tahun beliau
menjabat sebagai pemimpin, tak ada salahnya juga kita mencoba untuk
menjadi seorang pemimpin yang baik. Karena lelaki dan perempuan
sama-sama diciptakan untuk menjadi pemimpin yang baik.
Sangat langka ada orang yang ditakdirkan menjadi Presiden
sekaligus juga pernah menjadi Wakil Presiden. Di negeri ini, sejarah
mencatat dua orang putra putri Indonesia , yaitu Prof. DR. IR. Habibie
dan Megawati Soekarnoputeri. Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta pun
tidak "berani" berganti tempat dari Presiden ke Wakil Presiden atau
sebaliknya. Bahkan Pak Harto sang penguasa Orde Baru, belum pernah
menjabat Wakil Presiden.
Megawati Soekarnoputeri atau akrab
dipanggil Bu Mega, pantas diberi sorotan khusus dalam mencari sosok
pemimpin bangsa di negeri merdeka ini. Tentu bukan hanya dipandang
sebagai puteri Proklamator Bung Karno, namun yang lebih nyata, Mega
adalah simbol dari 'kebangkitan kaum perempuan' dalam mengisi
kepemimpinan bangsa. Mega secara de jure dan de facto pernah memimpin
bangsa yang penduduk nya menempati peringkat ke 4 terbesar di dunia.
Mega tercatat sebagai pemimpin partai politik yang cukup besar dan
pernah menjadi pemenang Pemilu Legislatif. Dan jangan dilupakan, Mega
adalah sosok pemimpin yang visi dan misi nya konsisten membela "wong
cilik".
Ibu Mega, seorang ibu rumah tangga yang sejak kecil tidak
pernah disiapkan untuk memimpin bangsa. Bung Karno, ayahnya, lebih
senang melihat Mega kecil belajar menari dan menampilkan kegemulaian
tariannya di lingkungan istana untuk meghibur tamu-tamu negara sahabat.
Namun, sejarah berkata lain. Mega ternyata mampu meraih prestasi yang
lebih tinggi, dengan menyabet dua posisi tertinggi dalam sistem
kenegaraan kita, yaitu Presiden dan Wakil Presiden.
Sebagai
perempuan Indonesia kita sungguh bangga atas prestasi yang dicapai oleh
ibu Mega. Bukan saja Mega mewakili semangat gender, namun hal ini
memberi bukti bahwa kaum wanita pun mampu dan bisa menjadi seorang
pemimpin bangsa.
Perjalanan ibu Mega meraih prestasi yang sangat
brilyan ini, tentu tidak lepas dari berat nya perjuangan yang harus
dilalui. Setelah sekian waktu "dizolimi" oleh rezim Orde Baru, akhirnya
sinar terang memihak kepada beliau. Rakyat semakin cerdas dan berani
melakukan "perlawanan" atas ketidak-adilan. Rakyat sudah mulai membuka
mata dan telinga . Seusai melalui perlakuan-perlakuan politik yang
diskriminatif, berturut-turut peristiwa kecurangan dalam Kongres PDI di
Medan, penyerbuan Kantor DPP PDI, 27 Juli, dll , maka dengan melekatkan
kata "perjuangan" di partai nya, bu Mega akhirnya mampu menghantarkan
partai nya memperoleh mandat rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar