Tokoh
yang memegang peran utama dalam Perkembangan sejarah Bima pada awal
abad XX adalah salah seorang putra sultan Ibrahim (Sultan XIII) dengan
permaisurinya Siti Fatimah Binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru yaitu Sultan
Muhammad Salahuddin. Lahir di Bima pada tanggal 15 Zulhijah 1306 H (14
juli 1889), memiliki 11 orang saudara. Tiga saudara seayah seibu masing –
masing bernama Abdullah (Ruma Haji), Abdul Qadim (Ruma Siso), dan
Nazaruddin (Ruma Uwi). Saudara seayah terdiri dari Siti Hafsah, Abdul
Azis, Sirajuddin (Ruma Lo), ibunda ketiganya bernama, Siti Aminah,
kemudian Siti Aminah (Ruma Gowa) ibundanya karaeng Bonto Ramba Putri,
Karaeng Mandale, Siti Aisyah (Ibundanya bernama Baena), Lala Ncandi
(Ibunya bernama Aisyah), Ahmad (Ibunya bernama Sakinah) dan La Muhammad
(Ibunya bernama (Hamidah).
Sultan
Muhammad Salahuddin menikah dengan Siti Maryam Binti Muhammad Qurais,
kemudian menikah lagi dengan Siti Aisyah, putri Sultan Muhammad
Sirajuddin (Sultan Dompu) dengan permaisurinya Siti Maryam Binti
Muhammad Qurays. Dari pernikahan pertama tersebut mempunya lima orang
putri yaitu, Siti Fatimah, Siti Aisyah, Siti Hadijah, Siti Kalisom dan
Siti Saleha. Sedangkan Dari pernikahannya dengan Siti Aisyah putri
Sultan Dompu memperoleh seorang putra bernama Abdul Kahir (Sultan Abdul
Kahir II), Siti Maryam (Ruma Mari), Siti Halimah (Ruma Emi) dan Siti
Jahara (Ruma Joha).
Mulai usia kanak – kanak Salahuddin telah mendapat pendidikan agama dan ilmu pemerintahan dari
ulama
dan pejabat istana. Sepanjang perkembangan umurnya, Muhammad Salahuddin
menekuni ilmu tauhid, serta siasat (politik), dan sangat rajin
mempelajari ilmu Al-Qur’an serta Hadits. Selain mendapat bimbingan dari
ulama lokal, Salahuddin kecil berguru pada ulama yang didatangkan dari
batavia(Jakarta) yaitu H. Hasan dan Syekh Abdul Wahab dari Mekah. Sultan
Muhammad Salahuddin merupakan murid yang rajin dan cerdas serta rajin
membaca. Di perpustakaan pribadinya mempunyai koleksi buku – buku
bermutu karangan ulama besar seperti Imam Safi’i. Koleksi buku – bukunya
masih dirawat dengan baik oleh anak cucunya. Muhammad Salahuddin juga
gemar menulis, salah satu buku karangannya adalah “Nurul Mubin”
diterbitkan oleh percetakan “Syamsiah Solo” sebanyak tiga kali dan
penerbitan terakhir pada tahun 1942. Nama Nurul Mubin juga menjadi nama
salah satu panti asuhan di kota Bima yang beralamat di jalan soekarno
–Hatta depan Paruga Nae Kota Bima.
|
Sultan Salahuddin (kiri), Ayahnya Sultan Ibrahim (tengah) dan adik-adik Sultan Salahuddin
|
Berdasarkan
kemuliaan akhlak dan ilmu pengetahuannya yang luas, akhirnya pada
tanggal 2 November1899, diangkat menjadi “Jena Teke” (Putera Mahkota)
oleh majelis Hadat. Untuk menimba pengalaman dalam menjalankan roda
pemerintahan, maka pada tanggal 23 maret 1908 dianggkat menjadi jeneli
Donggo(jabatan setingkat camat). Setelah ayahnya Sultan Ibrahim mangkat
pada tahun 1915, Muhammad Salahuddin memegang tampuk pemerintahan,
kemudian pada tahun 1917 secara resmi di tuha ro lanti(Dilantik) menjadi
Sultan Bima XIV yang memerintah dari tahun 1915 – 1951 M, disamping
sebagai Sultan, pada tahun 1949 diangkat menjadi pemimpin Dewan Raja –
Raja se-pulau Sumbawa atas persetujuan sultan Dompu dan Sultan Sumbawa.
Dalam bidang organisasi pergerakan, sultan Muhammad Salahuddin menjadi
perintis, pelindung dan ketua berbagai organisasi yang bergerak di
bidang agama, sosial dan politik.
|
Sultan Muhammad Salahuddin, Sultan Dompu & Sultan Sumbawa menghadap Presiden RI Soekarno di Yogyakarta
|
Pada
tahun 1921, Muhammad Salahuddin mulai mencanangkan sistim pendidikan
moderen dengan mendirikan HIS di kota Raba . Kemudian pada tahun 1922,
mendirikan sekolah kejuruan wanita (kopschool) di Raba .Untuk memimpin
sekolah itu, sultan Muhammad Salahuddin mendatangkan seorang keturunan
Indonesia yang berjiwa nasionalis dari sulawesi selatan bernama SBS
Yulianche. Guna pemerataan pendidikan , pada tahun 1922 Sultan Muhammad
Salahuddin mendirikan sekolah agama dan umum di seluruh
kejenelian(Sekarang kecamatan). Mulai saat itu di desa – desa tertentu
dirikan sekolah agama setingkat ibtidaiyah yang bernama”Sakola kita”
(Sekolah Kitab) dan sekolah umum yang bernama “Sekolah Desa” yang
kemudian berkembang menjadi “Sekolah Rakyat”yang setingkat dengan
Sekolah Dasar (SD) pada masa sekarang.
Pada
tahun 1931 Ruma Bicara (Perdana Menteri) Abdul Hamid bersama Abdul
Wahid Karim Muda tokoh Muhammadiyah kelahiran sumatera Barat,mendirikan
“Madrasyah Darul Tarbiyah” di kota Raba. Keberadaan sekolah ini
disambut positif oleh Sultan Muhammad Salahuddin, dengan memberikan
bantuan berupa dana serta sarana pendidikan pada tahun 1934, Sultan
bersama ulama dari Batavia bernama Syekh Husain Sychab mendirikan
“Madrasah Darul Ulum” di kampung Suntu Bima. Dua lembaga pendidikan
Islam ini, berhasil mencetak kader Islam yang kelak menjadi tokoh –
tokoh yang berani baik pada masa pergerakan maupun pada era revolusi
kemerdekaan.
Pada
tahun 1931, pengembangan kualitas dan kuantitas sekolah agama serta
rumah ibadah (masjid dan langgar), oleh sultan diserahkan kepada
“Lembaga Syara Hukum” Lembaga yang sebelum tahun 1908, merupakan lembaga
resmi pemerintah Kesultanan yang bernama “Lembaga Sara Hukum” pada
tanggal 16 Maret 1968 lembaga ini berubah statusnya menjadi “Yayasan
Islam Bima”. Sumber dana berasal dari “Dana Molu” (sawah Maulud)
sebanyak 200 Ha.
Pada
awal pelaksanaan sistim pendidikan modern, Sultan mengalami banyak
kendala. Masyarakat yang terkenal taat pada agama, curiga dengan sistim
pendidikan yang berasal dari orang Belanda yang dianggap ”Dou kafi”
(orang kafir). Untuk mengantisipasi kecurigaan masyarakat, Sultan
berusaha mendatangkan guru – guru yang beragama Islam dan berjiwa
nasionalis dari berbagai daerah luar,antara lain dari makasar dan Jawa.
Guru – guru non Islam tetap berjiwa nasionalis diusahakan untuk mengajar
di sekolah umum. Akhirnya kehadiran guru – guru tersebut disambut baik
oleh masyarakat. Semangat persatuan yang tidak dibatasi oleh suku dan
agama mulai terjalin. Hal ini mulai pertanda tumbuhnya semangat
kebangsaan di Bima. (M. Hilir Ismail, 2002). Guru – guru yang
didatangkan dari luar daerah, antara lain Muhammad Said dan SBS
Yulianche dari Makasar. Muhammad Said akhirnya menikah dengan gadis
Ngali Bima dan memperoleh anak antara lain Prof. DR. Muh. Natsir (Alm).
Salah
satu kebijakan Sultan Muhammad Salahuddin yang patut dihargai ialah
memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke
Makasar dan kota – kota besar di Jawa, bahkan ada yang di kirim ke timur
tengah. (Ibid, 2002). Pelajar yang diberi beasiswa benar – benar
berdasarkan prestasi dengan tidak mempertimbangkan status sosial dan
jenis kelamin. Setelah kembali ke Bima, mereka tampil sebagai pemimpin
dan tokoh perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan.
Sebagai
reaksi penolakan isi perjanjian Linggar Jati yang ditanda tangani oleh
Sultan Syahrir pada tanggal 23 Maret 1947, dan pembentukan Negara
Indonesia Timur (NIT), Sultan Muhammad Salahudin bersama tokoh pemuda,
pada tanggal 23 Maret 1948, mendirikan organisasi lokal “Ikatan Qaum
Muslimin Indonesia” (IQAM). Dengan susunan pengurus H. Usman Abidin
(ketua) dan wakil ketua M. Idris Jafar, Sekretaris I M. Saleh Bakry
dibantu sekretaris II Jafar AR, Bendahara Abdullah Amin Teta Hafsah
dengan pembantu masing – masing Nasaruddin dan M. Hasan. Pada tahun
1949, pengurus IQAM menghadiri kongres Al Islami di Yokyakarta untuk
memperjuangkan pemerintahan pusat menolak pembentukan negara RIS.
Munculnya
organisasi “Rukun Wanita” (RW) yang dirintis oleh permaisurinya Siti
Aisyah pada tanggal 11 September 1949 mendapat respon positif dari
Sultan Muhammad Salahuddin. Organisasi lokal ini diketahui oleh SBS
Yulianche, ketua muda putri Siti Maryam Binti Muhammad Salahudin,
sekretaris I Nurbani Abidin Ishak, sekretaris II Siti Maryam guru
sekolah rakyat Raba dan Siti Aisyah Nasruddin sebagai bendahara. Sejak
awal pemerintahannya, Sultan memperhatikan kepentingan wanita. Karena
itu Sultan Muhammad salahuddin juga mendukung sepenuhnya Aisyah Bima
yang dirintis oleh Ibu Sulastrti. Secara resmi berdiri pada tahun 1938,
dengan susunan pengurus yang diketuai oleh Ibu Jaenab AD Talu dan wakil
ketua Oleh Ibu Kartini M. Amin.
NU
(Nahdatul Ulama) yang semula merupakan organissasi keagamaan yang
bergerak di bidang dakwah dan pendidikan pada tahun 1950, berubah
statusnya menjadi organisasi politik, ikut direstui oleh Sultan Muhammad
Salahuddin. Begitu pula lahirnya partai Masyumi pada tanggal 5 januari
1950, mendapat dukungan dari Sultan Muhammad Salahudin. Walaupun semula
dirinya mengharapkan agar tokoh – tokoh islam tetap berada dalam IQAM.
Kehadiran
organisasi yang tidak berazaskan Islam, seperti Parindra tahun 1939,
PIR tahun 1949 dan PNI pada era yang sama, tetap disambut baik oleh
Sultan Muhammada Salahuddin. Kendati secara pribadi dirinya adalah
seorang tokoh nasional Islam yang berjiwa Demokrat. Sultan Muhammad
Salahuddin tetap menghargai keragaman misi, selama visi kedepan tetap
satu, yaitu merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah.
Pada
tanggal 22 November 1945, Sultan Muhammad Salahuddin mencestukan
pernyataan jiwa seluruh lapisan masyarakat Bima, yang sangat mencintai
negara kesatuan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan oleh
Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Pernyataan cinta setia
kepad negara kesatuan RI, yang dikeluarkan pada tanggal 22 November 1945
terkenal dengan “Maklumat 22 Novenber 1945”, yang isinya adalah sebagai
berikut:
Pemerintah
kerajaan Bima, adalah suatu daerah istimewa dari negara Republik
Indonesia dan berdiri di belakang pemerintahan Negara Republik
Indonesia.
Kami
menyatakan, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam pemerintahan
kerajaan Bima terletak di tangan kami, oleh karena itu sehubungan
dengan suasana dewasa ini, maka kekuasaan-kekuasaaan yang sampai
sekarang ini tidak ditangan kami, maka dengan sendirinya kembali ke
tangan kami.
Kami
menyatakan dengan sepenuhnya, bahwa perhubungan dengan pemerintahan
dalam lingkungan kerajaan Bima bersifat langsung dengan pusat Negara
Republik Indonesia.
Kami
memerintahkan dan percaya kepada sekakian penduduk dalam seluruh
kerajaan Bima, mereka akan bersifat sesuai dengan sabda kami yang
ternyata di atas.
Maklumat
22 November 1945, semakin mempersulit posisi Jepang. Karena sesuai
dengan perjanjian sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, semua masalah di
daerah bekas jajahan Jepang akan ditangani oleh sekutu. Hal ini sudah
berkali –kali diperingatkan oleh Mayor Jenderal Tanaka, namun Sultan
bersama KNI, TKR dan API tidak pernah mengindahkannya.
Lebih
kurang sebulan kemudian, yaitu pada tanggal 17 Desember 1945, di
halaman depan Istana dilangsungkan upacara hari peringatan kemerdekaan.
Pernyataan hari kemerdekaan Republik Indonesia, idealnya harus
berlangsung pada tiap tanggal 17 Agustus. Untuk menunjukan kesetiaam
terhadap Negara kesatuan RI,
Upacara
dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 1945. setelah upacara, diadakan
pawai keliling kota, dan dilanjutkan dengan pertandingan “Sempa Raga”
(sepak raga) salah satu jenis olahraga tradisional Bima. Pada malam hari
di sekolah pertanian Lewi Rato dipergelarkan seni pertunjukan
sandiwara.
|
Kunjungan Presiden Soekarno di Istana Bima
|
Kunjungan Presiden RI Pertama Soekarno tercatat dalam sejarah Bima sebanyak dua kali. Kunjungan
Pertama
dilakukan sebelum Indonesia merdeka yaitu pada saat pembuangannya di
Ende. Dalam perjalanannya di Ende itulah Soekarno pernah singgah di
Bima dan menginap di Istana Bima. Ruangan dan tempat tidur sang
proklamator ini masih ada di Istana Bima di lantai dua bangunan
bersejarah itu. Sedangkan kunjungan yang kedua dilakukan pada tanggal 3
Nopember 1950. Lima tahun setelah Indoenesia merdeka dan setelah lima
tahun pula Sultan Muhammad salahuddin mengeluarkan maklumat untuk
berdiri di belakang Republik Indoenesia.
Kecintaan
Sultan muhammad Salahuddin terhadap negara dan bangsa tidak pernah
pudar dan hilang. Jiwa nasionalis dapat dilihat dari getaran sukma dan
sikap jiwanya ketika menyampaikan pidato resmi di hadapan presiden
republik indonesia soekarno yang berkunjung ke Bma.Berikut kutipan
pidato tersebut :
“Paduka
yang muila, rindu yang meluas ini bukan baru sekarang saja timbulnya,
akan tetapi sejak ledakan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945, pada saat ketika mana terbayanglah di muka kami rakyat disini
wajah bapak-bapak pemimpin kita Bung Karno dan Bung Hatta yang sedang
memproklamirkan kemerdekaan indonesia, lalu pada saat itu juga
tertanamlah dalam jiwa rakyat disini arti proklamasi yang harus
dijunjung tinggi, harus dipertahankan dan harus dimiliki itu, sehingga
pada tanggal 22 Nopember 1945, kami di kesultanan Bima ini mengeluarkan
peryataan bahwa daerah kesultanan Bima menjadi daerah istimewa yang
langsung berdiri di belakang Republik indoenesia.”
Dari
pidato tersebut, dapat dibuktikan betapa kecintaan dan kesetiaan sultan
dan rakyat Bima terhadap negara dan Dwi Tunggal Soekarno-Hatta.
Kecintaaan yang tak pernah lapuk oleh zaman dan waktu, selama pemimpin
negara menjalankan tugas dan kewajiban, sesuai dengan falsafah yang
dikenal dan diakui oleh raktyat Bima sejak masa lalu akan taat kepada
pimpinannya, selama raja dan sultan berbuat dan bertindak yang sesuai
dengan falsafah “ Tohompara Nahu sura dou Labo Dana”.
Akibat
dari sikap dan tindakan sultan Muhammad Salahuddin yang berdiri di
belakang negara kesatuan Republik Indoesia, Pemerintah Jepang menekan
sultan agar merubah sikapnya. Menurut Pemerintah Jepang nasib Bangsa
Indoenesia tergantung dari hasil keputusan sekutu, karena berdasarkan
isi perjanjian antara Jepang dan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945,
segala masalah yang berhubungan dengan masalah jajahan Jepang akan
ditangani oleh sekutu. Tetapi penekanan ini tidak digubris oleh sultan
Muhammad Salahuddin. Atas dukungan para pejuang dan rakyat, perlawanan
terhadap penjajah terus dilakukan sampaiIndonesia merdeka.
Demikianlah
alur nampak lintas perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin, Sultan Bima
XIII yang sangat dicintai hampir seluruh rakyatnya, dan yang sangat
tabah menghadapi badai perjuangan. Semua tantangan dan musuh dihadapi
dengan tabah, keritikan – keritikan tajam dari kelompok lawan politiknya
diterima dengan lapang dada.
Keinginan
pemerintah pusat untuk memakamkan jenazah Sultan Muhammad Salahuddin
di Taman Makam Pahlawan KaliBata gagal dilaksanakan, karena tidak
sesuai dengan wasiat beliau. Menjelang akhir hayatnya, Sultan berpesan
agar jenajahnya dikebumikan di perkuburan Rakyat. Akhirnya Jenazah
dimakakmkan di Tanah Abang jakarta. Sultan Muhammad Salahuddin sudah
tiada, meninggalkan rakyat dan negeri untuk selama – lamanya. Sesuai
denga amal salehnya semasa hidup, oleh rakyat dianugerahi gelar “Maka
Kidi Agama” yaitu Sultan yang menegakkan kebesaran agama Islam di
persada Bumi Bima.
Berdasarkan
hasil pengamatan dalam menelesuri alur perjuangan Sultan Muhammad
Salahuddin, dapat diketahui tentang prestasi yang telah diraihnya.
Selain telah menggapai kesuksesan, sering pula mengalami kegagalan.
Kesuksesan dan kegagalan dalam perjuangan merupakan hal yang tidak bisa
dihindari oleh setiap manusia. Makin luhur serta mulia tugas yang
diemban, semakin banyak cobaan dan ujian yang akan dihadapi, jabatan
Sultan sebagai Khalifah termaksud jabatan mulia yang sangat berat untuk
dilaksanakan. Tugas mulia itu terus dirasakan berat oleh Sultan
Muhammad Salahuddin, karena pada masa pemerintahannya harus menghadapi
kedholiman penjajah.
Atas
Ijin Allah, Sultan bersama pimpinan rakyatnya, telah banyak mencapai
kesuksesan terutama di bidang agama, pendidikan dan politik yang sampai
sekarang masih dirasakan manfaatnya, selain keberhasilan, tidak sedikt
juga kegagalan atau keberhasilan yang tertunda untuk terus diperjuangkan
oleh kita dan generasi akan datang.
Di
bidang agama melalui perjuangan yang sungguh – sungguh, telah berhasil
meningkatkan kuallitas dan kuantitas iman dan takwa masyarakat.
Bemodalkan iman dan takwa mereka tidak gentar menghadapi semua
tantangan. Masyarakat Bima mampu mempertahankan identitasnya sebagai
umat Islam yang taat dan tidak terpengaruh oleh agama dan faham yang
diseberluaskan oleh penjajah. Pembangunan rumah ibadah seperti Mesjid
dan Langgar sebagai pusat ibadah dan dakwah, terus ditingkatkan
jumlahnya.
Hasil
perjuangan atau karya besarnya yang patut disyukuri ialah di bidang
pendidikan. Beliau adalah tokoh pendidikan yang merintis palaksanaan
sistem pemdidkan midern di Bima. Pada masa pemerintahannya, mulai
didirikan sekolah agama dan umum. Pembangunan gedung sekolah bukan hanya
di Kota, tetapi juga tersebar di seluruh kejenelian. Para siswa yang
berprestasi diberikan beasiswa untuk melanjudkan keluar daerah. Beliau
mampu meningkatka kualitas iptek yang pada masa sebelumnya sangat jauh
tertinggal.
Beliau
juga mampu menanamkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara, melalui
organisasi pergerakan modern. Beragam organisasi pergerakan yang lahir
pada masa pemerintahannya selalu mendapat dukungan. Melalui organisasi
pergerakan, pemuda pelajar tampil sebagai sosok pejuang yang berani
melawan penjajah. Para tokoh pemuda pelajar memiliki wawasan persatuan
dan kesatuan yang luas, tanpadibatasi oleh bingkai suku dan agama.
Mereka bersatu padu dengan pejuang dari suku – suku lain.
Peranan
Sultan Muhammad Salahuddin yang tidak kalah pentingnya ialah di bidang
politik. Beliau telah berhasil mewudkan cita – citanya mempertahankan
keutuhan negara kesatuan RI. Dorongan semangat nasionalismeIslam yang
tumbuh dalam jiwa Sultan bersama rakyat, tergambar secara utuh dan jelas
pada maklumat 22 November 1945. kecintaannya kepada bangsa dan negara,
melahirkan keberanian menghadapi penjajah Belanda, Jepang dan NICA.
Disamping
keberhasilan pada bidang tersebut di atas, beliau jaga telah membangun
bangunan yang merupakan monumen sejarah. Bangunan yang merupakan saksi
sejarah perjuangan Sultan bersama rakyat, ialah dua Istana dan sebuah
Masjid. Dua Istana yang didirikan beliau pada tahun 1927 yatiu Istana
Kesultanan Bima dan Istana kayu yang bergaya arsitektur Mbojo bernama
“Asi Bou”. Bangunan bersejarah itu sekarang sudah ditetapka sebagai
benda Cagar Budaya. Salah satu dari sekian banyak Mesjid yang beliau
dirikan ialah “Mesjid Raya Bima” yang berada di sebelah timur Istana.
Mesjid yang didirikan oleh Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 1947
itu, bernama Mesjid Raya Al Muwahiddin Bima. Penanggugn jawab
pembangunan Mesjid diserahkan kepada H. Usman Abidin dan M. Jafar Idris,
dua tokoh yang selalu membantu Sultan di bidang agama, pendidikan dan
politik.
Demiianlah
sekilas hasil akrya yang diukir oleh Sultan Muhannad Salahuddin selama
masa pemerintahannya yang berlangsung 36 tahun. Hanya Allah jua yang
mampu memberikan penilaian yang maha adil atas semua amal pernuatan
Sultan Muhammad Salahuddin khilifah di muka bumi.
(Sumber: Sejarah Perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin, M. Hilir Ismail & Alan Malingi)
Untuk Dewan Raja Raja pulau sumbawa,dompu,bima itu di pegang Oleh Abdullah Muhammad, pada foto diatas,
BalasHapus